Dewasa ini, dengan adanya media informasi dan teknologi, hampir setiap kita memiliki akun di media sosial. Media sosial dijadkan media silaturahim secara maya. Namun, maksud baik tersebut tidak selamanya berjalan baik.
Akhir-akhir ini dunia maya banyak dimunculkan informasi dan berita palsu atau lebih dikenal dengan istilah “hoaks” oleh sejumlah oknum yang tidak bertanggungjawab.
Hoaks adalah informasi yang direkayasa untuk menutupi informasi sebenarnya. Arti hoax adalah kabar, informasi, berita palsu atau bohong. Dalam KBBI disebutkan bahwa arti hoax adalah berita bohong. Hoax merupakan informasi yang direkayasa untuk menutupi informasi sebenarnya. Dengan kata lain, arti hoax juga bisa didefinisikan sebagai upaya pemutarbalikan fakta menggunakan informasi yang seolah-olah meyakinkan tetapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya.
Hoax merupakan ekses negatif kebebasan berbicara dan berpendapat di internet. Khususnya media sosial dan blog. Sedangkan menurut wikipedia, arti hoax adalah usaha untuk menipu atau mengakali pembaca/pendengarnya untuk mempercayai sesuatu. Padahal pencipta berita tersebut tahu bahwa berita yang ia berikan adalah berita palsu.
Hoax dibuat seseorang atau kelompok dengan beragam tujuan, mulai dari sekedar main-main, hingga tujuan ekonomi (penipuan), dan politik (propaganda/pembentukan opini publik) atau agitasi (hasutan). Hoax biasanya muncul ketika sebuah isu mencuat ke permukaan, namun banyak hal yang belum terungkap atau menjadi tanda tanya.
Di Indonesia, hoax mulai marak sejak pemilihan presiden 2014 sebagai dampak gencarnya kampanye di media sosial. Hoax bermunculan guna menjatuhkan citra lawan politik alias kampanye hitam atau kampanye negatif.
Hoax bertujuan membuat opini publik, menggiring opini, membentuk persepsi, juga untuk bersenang-senang yang menguji kecerdasan dan kecermatan pengguna internet dan media sosial.
Banyak penerima hoax terpancing untuk segera menyebarkan berita tersebut kepada rekan sejawatnya, sehingga akhirnya hoax dengan cepat tersebar luas. Orang lebih cenderung percaya hoax jika informasinya sesuai dengan opini atau sikap yang dimiliki.
Contohnya, jika seorang penganut paham bumi datar memperoleh artikel yang membahas tentang berbagai teori konspirasi mengenai foto satelit, maka secara naluriah orang tersebut akan mudah percaya karena mendukung teori bumi datar yang diyakininya.
Secara alami, perasaan positif akan timbul dalam diri seseorang jika opini atau keyakinannya mendapat afirmasi sehingga cenderung tidak akan mempedulikan apakah informasi yang diterimanya benar. Hal ini dapat diperparah jika si penyebar hoax memiliki pengetahuan yang kurang dalam memanfaatkan internet guna mencari informasi lebih dalam atau sekadar untuk cek fakta.
Untuk mengenali ciri-ciri berita hoaks, ini dia ciri-cirnya.
Jenis-jenis informasi hoax diklasifikasikan seperti di bawah ini;
1. Fake news (Berita bohong)
Berita yang berusaha menggantikan berita yang asli. Berita ini bertujuan untuk memalsukan atau memasukkan ketidakbenaran dalam suatu berita. Penulis berita bohong biasanya menambahkan hal-hal yang tidak benar dan teori persengkokolan, makin aneh, makin baik. Berita bohong bukanlah komentar humor terhadap suatu berita.
2. Clickbait (Tautan jebakan)
Tautan yang diletakkan secara stategis di dalam suatu situs dengan tujuan untuk menarik orang masuk ke situs lainnya. Konten di dalam tautan ini sesuai fakta namun judulnya dibuat berlebihan atau dipasang gambar yang menarik untuk memancing pembaca.
3. Confirmation bias (Bias konfirmasi)
Kecenderungan untuk menginterpretasikan kejadian yang baru terjadi sebaik bukti dari kepercayaan yang sudah ada.
4. Misinformation (Informasi yang salah atau tidak akurat)
Informasi yang salah dan tidak akurat dibuat terutama dengan tujuan untuk menipu.
5. Satire
Sebuah tulisan yang menggunakan humor, ironi, hal yang dibesar-besarkan untuk mengomentari kejadian yang sedang hangat. Berita satir dapat dijumpai di pertunjukan televisi seperti “Saturday Night Live” dan “This Hour has 22 Minutes”.
6. Post-truth (Pasca-kebenaran)
Kejadian di mana emosi lebih berperan daripada fakta untuk membentuk opini publik.
7. Propaganda
Aktivitas menyebar luaskan informasi, fakta, argumen, gosip, setengah-kebenaran, atau bahkan kebohongan untuk mempengaruhi opini publik.
Itulah beberapa pengetahuan mendasar mengenai haoks. Kita sebagai netizen dihimbau berhati-hati jika membaca sebuah informasi. Jika tidak ada kehati-hatian, netizen pun dengan mudah termakan tipuan hoax tersebut bahkan ikut menyebarkan informasi palsu itu, tentunya akan sangat merugikan bagi pihak korban fitnah. Lalu bagaimana caranya agar tak terhasut?
Ini dia beberapa langkahnya.
1. Hati-hati dengan judul provokatif
Berita hoax seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif, misalnya dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu. Isinya pun bisa diambil dari berita media resmi, hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat hoax.
Oleh karenanya, apabila menjumpai berita denga judul provokatif, sebaiknya Anda mencari referensi berupa berita serupa dari situs online resmi, kemudian bandingkan isinya, apakah sama atau berbeda. Dengan demikian, setidaknya Anda sebabagi pembaca bisa memperoleh kesimpulan yang lebih berimbang.
2. Cermati sumber tulisanya
Untuk informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link, cermatilah alamat URL situs dimaksud. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi -misalnya menggunakan domain blog, maka informasinya bisa dibilang meragukan.
Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita.
Dari jumlah tersebut, yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai 300. Artinya terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita palsu di internet yang mesti diwaspadai.
3. Periksa fakta
Perhatikan dari mana berita berasal dan siapa sumbernya? Apakah dari institusi resmi seperti KPK atau Polri? Sebaiknya jangan cepat percaya apabila informasi berasal dari pegiat ormas, tokoh politik, atau pengamat.
Perhatikan keberimbangan sumber berita. Jika hanya ada satu sumber, pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran yang utuh.
Hal lain yang perlu diamati adalah perbedaan antara berita yang dibuat berdasarkan fakta dan opini. Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan kesaksian dan bukti, sementara opini adalah pendapat dan kesan dari penulis berita sehingga memiliki kecenderungan untuk bersifat subyektif.
4. Cek keaslian foto
Di era teknologi digital saat ini , bukan hanya konten berupa teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca.
Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan.
5. Ikut serta grup diskusi anti-hoax
Di Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti hoax, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci.
Di grup-grup diskusi ini, netizen bisa ikut bertanya apakah suatu informasi merupakan hoax atau bukan, sekaligus melihat klarifikasi yang sudah diberikan oleh orang lain. Semua anggota bisa ikut berkontribusi sehingga grup berfungsi layaknya crowdsourcing yang memanfaatkan tenaga banyak orang.
Pastikan kita semua, tidak menjadi sumber dan korban hoaks. Di Indonesia pelaku penyebar kebencian (termasuk hoaks) dapat dijerat Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,Pasal 28 ayat (2) dan Jo Pasal 45 dengan ancaman hukuman enam tahun penjara.
Lantas bagaimana dalam perspektif agama mengenai hukum hoaks?
Tugas Anda untuk mengkajinya.
Irhas Agung N.M.A
ReplyApa peran generasi muda dalam menanggulangi hoax?
14 Oct 2020 09:52