Hubbud dunia adalah cinta dunia secara berlebihan. Cinta yang seperti ini sangat dekat dengan maksiat dan dapat merusak agama.
Hubbdud dunia merupakan salah satu perilau yang dilarang dalam agama Islam. Dalam Qs al an-am ayat 32 Allah menyiratkan bahwa kehidupa dunia adalah permainan dan senda gurau belaka.
Ada beberapa akibat bila seseroang terjangkit penyakit hubbud dunia, diantarnaya adalah disorientasi hidup, ibadah menjadi tidak ikhlas, hilangnya integritas diri, dan degradasi moral.
Seseroang berbuat memiliki hubbud dunia disebabkan oleh pandangan yang mengangap bahwa kehidupan dunia adalah tolak ukur keberhasilan dan memandang bahwa esensi sukses itu di dunia. Padahal, hakikanya adalah kehidupan yang hakiki nanti di hari akhirat. Pandangan ini kemudian mempengaruhi seseorang untuk mencintai harta, kedudukan dan hal lainnya yang ada di dunia secara berlebihan. Ada ketidak seimbangan yang dilakukan.
Rasulullah bersabda, “Demi Allah, bukan kemiskinan yang aku khawatirkan akan menimpa diri kalian. Akan tetapi, aku khawatir jika dunia ini dibentangkan untuk kalian sebagaimana ia dibentangkan untuk orang-orang sebelum kalian sehingga kalian berlomba sebagaimana mereka berlomba, dan akhirnya kalian hancur sebagaimana mereka hancur.” (HR Bukhari-Muslim)
Cirinya, bila seseorang mencintai sesuatu, maka dia akan diperbudak oleh apa yang dicintainya. Jika orang sudah cinta dunia, maka akan datang berbagai penyakit hati. Ada yang menjadi sombong, dengki, serakah atau capai memikirkan yang tak ada. Makin cinta pada dunia, akan makin serakah, bahkan bisa berbuat keji untuk mendapatkan dunia yang diinginkannya. Pikirannya selalu dunia, pontang panting siang malam mengejar dunia untuk kepentingan dirinya.
Ciri lainnya adalah takut kehilangan. Seperti orang yang bersandar ke kursi, maka akan takut sandarannya diambil. Orang yang bersandar ke pangkat atau kedudukan, maka ia akan takut pangkat atau kedudukannya diambil. Karenanya, pecinta dunia itu tak pernah bahagia.
Bentuk hubbud dunia di antaranya adalah banyak berangan-angan kepada dunia yang gemerlap dan memiliki sifat thoma atau serakah. Sifat serakah ini akan memberikan kehancuran dan sia-sia.
Rasulullah yang mulia, walau dunia lekat dan mudah baginya, tapi semua itu tak pernah mencuri hatinya. Misalnya, saat pakaian dan kuda terbaiknya ada yang meminta, beliau memberikannya dengan ringan.
Beliau juga pernah menyedekahkan kambing satu lembah. Inilah yang membuat beliau tak pernah berpikir untuk berbuat aniaya. Semua yang ada di langit dan di bumi titipan Allah semata. Kita tak mempunyai apa-apa. Hidup di dunia hanya mampir sebentar saja. Terlahir sebagai bayi, membesar sebentar, menua, dan akhirnya mati.
Kita harus meyakini bahwa siapapun yang tak pernah berusaha melepaskan dirinya dari kecintaan terhadap dunia, maka akan sengsara hidupnya karena sumber dari segala fitnah dan kesalahan adalah ketika seseorang begitu mencintai dunia. Semoga Allah mengaruniakan pada kita nikmatnya hidup yang tak terbelenggu oleh dunia.
Ada sebuah kisah tiga orang pencuri di jaman Nabi Isa as yang berhasil mencuri tiga batang emas. Setelah mencuri, ketiganyapun beristirahat di sebuah gua dan berniat membagikan harta curiannya. Namun, sebelum membagikannya, mereka sepakat untuk makan terlebih dulu. Maka pergilah seorang pencuri ke pasar untuk membeli nasi bungkus.
Sifat tamaknya digunaakan syaitan untuk memperdayainya. Ia pun terkena daya upaya syaitan untuk meracuni makanan kedua temannya. Dengan kematian kedua kawannya itu, dia berpikir tidak perlu lagi membagi hasil curian. Di saat yang sama, kedua temannya pun merencanakan pembunuhan dirinya agar hasil curian tersebut tidak perlu dibagi tiga. Keduaanya pun akan memperoleh keuntungan yang lebih banyak.
Sesampainya di gua tersebut, si pembeli nasi bungkus dibunuh oleh dua kawannya yang menunggu di gua. Selepas dibunuh, keduanya memutuskan untuk makan dulu. Mereka tidak tahu kalau nasi tersebut sudah diracuni. Apa Hasilnya? Keserakahan membuat ketiga pencuri tersebut mati. Nilah yang dimaksud merusak dan sia-sia.
Kisah lainnya, adalah kisah Salabah yaang senantiasa terburu-buru dalam shalat dan enggan berwirid lantaran sarung yang dimilikinya harus dipakai bergantian dengan istrinya di rumah. Ia pun memohon kepada Rasulullah untuk mendoakannya agar mudah mendapatkan rezeki. Sayangnya, ketika rezeki itu telah dilimpahkan kepada Salabah, ia justru lalai dalam beribadah.
Dalam Alquran Allah SWT berfirman, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS al-Qashash: 77).
Karena itu, hendaknya sebagai Muslim, kita menjauhi sikap hubbud dunia. Sebab, selain dekat dengan maksiat dan merusak agama juga dapat merusak iman dan amal kita. Seimbangkan antara dunia dan akhirat, dan syukuri yang ada.
All Comments
No Comments
Your Comment